Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1

Dalam seluruh novel Harry Potter karya JK Rowling, seri ketujuh inilah yang paling unik dibandingkan yang lain. Karena selain merupakan judul terakhir, di mana sang protagonnis pada akhirnya harus mengalahkan antagonis yang jahat, hampir seluruh cerita di seri ketujuh ini tidak berlatar sekolah sihir Hogwarts. Alih-alih bercerita tentang Harry dan kehidupan sekolahnya, di sini Harry justru terlibat dalam perjalanan ala rombongan Hobbit di Lord of the Rings. Bedanya Harry tidak tahu kemana harus pergi, karena ia berusaha mencari Horcrux, pecahan jiwa Lord Voldemort yang ia sendiri bahkan tak tahu bagaimana bentuknya.

Ketika cerita perjalanan Harry tersebut diangkat ke film, rasa penasaran menggelitik, bagaimana jadinya film Harry Potter tanpa ada latar belakang kastil Hogwarts yang biasanya menghiasi adegan-adegannya? Sutradara David Yates sukses menutup lubang yang ditinggalkan kehidupan sekolah di kastil dengan segala macam intrik yang tercipta sepanjang perjalanan. Malah, hal tersebut membuat film ini lebih “manusiawi”, Yates berhasil mengajak penonton untuk ikut merasakan problema yang dihadapi Harry; seorang pemuda terpilih yang menjadi tumpuan dunia sihir untuk mengalahkan kejahatan yang menguasainya, tanpa tahu harus bagaimana dan hanya dengan mengandalkan kedua sahabatnya, Hermione dan Ron.

Setidaknya itulah yang saya rasakan sewaktu menonton bagian pertama film Harry Potter and the Deathly Hallows itu. Saya dipaksa menjilat ludah saya sendiri, bahwa film adaptasi harus sesuai dan sama persis dengan bukunya. Sekali lagi David Yates membuktikan bahwa dengan tidak mengambil seluruh adegan aslinya, dia berhasil membuat sebuah film yang tetap bisa dinikmati pembaca bukunya. Tapi bisa jadi karena saya sudah lupa-lupa ingat jalan cerita novel ketujuh juga sih #ngeyel

Bagaimanapun juga, ini memang film Harry Potter yang paling menyenangkan untuk ditonton. 🙂