Categories
serial

Dexter

Dexter
Dexter

Sudah lama saya tidak mengikuti sebuah serial TV. Serial TV ala barat tentu saja, bukan serial TV Indonesia yang monoton itu. Semenjak berlangganan TV kabel satu tahun yang lalu, saya tertarik dengan salah satu serial yang ada di channel FoxCrime, berjudul Dexter.

FoxCrime, salah satu “cabang” channel FOX, memang banyak menampilkan serial-serial bertema hukum & kriminal, mulai dari Law & Order, Shark atau The Glades. Tapi Dexter ini berbeda, ketika yang lain menceritakan dari sudut pandang penegak hukum, film ini malah bercerita tentang kehidupan seorang pembunuh berantai.

Dexter Morgan (Michael C. Hall)
Dexter Morgan (Michael C. Hall)

Dexter Morgan, tokoh utama cerita ini, adalah seorang petugas forensik di kepolisian Miami. Ia bekerja sebagai blood spatter analyst di mana tugasnya adalah menganalisa cipratan & pola darah di sebuah tempat kejadian pembunuhan. Dari analisanya bisa diperoleh tentang bagaimana pembunuhan tersebut terjadi, waktu pembunuhan sampai alat yang digunakan.

Yang menarik, Dexter juga mempunyai kegiatan “ekstrakurikuler” sebagai pembunuh berantai di malam hari. Begitu ada pembunuh lain yang berhasil lolos dari hukum, maka Dexter akan menculiknya ke sebuah kill room, ruang khusus yang ia siapkan untuk ritual pembunuhannya.

Dexter digambarkan sebagai emotionally color blind alias tidak memiliki emosi yang biasanya dimiliki orang normal. Hal tersebut dikarenakan trauma ekstrim masa kecilnya di mana dia harus menyaksikan ibunya dibunuh & dipotong-potong di depan matanya. Pembunuh itu lantas meninggalkan Dexter yang baru berusia 3 tahun menangis di genangan darah ibunya selama 3 hari.

Harry Morgan, petugas yang menyelidiki kasus tersebut, memutuskan untuk mengadopsi Dexter kecil. Saat Dexter beranjak dewasa, Harry mengetahui anak itu memiliki kebiasaan aneh. Ia suka membunuh & memotong-motong hewan-hewan kecil karena menyukai melihat darah mengalir dari tubuh-tubuh yang mati. Sadar ia tidak dapat megubah hal itu, Harry malah mengajari Dexter cara membunuh paling efektif. Sebagai polisi ia memberitahu Dexter tentang cara kerja polisi menyelediki sebuah kasus agar ia tidak tertangkap. Tapi ia juga memberi peraturan khusus kepada Dexter, bahwa ia hanya boleh membunuh orang yang sudah membunuh juga.

Ketika dewasa, Dexter memilih bekerja di kepolisian agar ia bisa mengetahui kasus-kasus pembunuhan yang menarik baginya. Juga agar ia bisa memonitor langkah-langkah para penegak hukum untuk memastikan ia tidak tertangkap.

Selain adegan-adegan pembunuhannya yang menarik (meski tidak terlalu ekstrim seperti film-film slasher), hal yang paling saya sukai dari Dexter ini adalah caranya berbaur dengan kehidupan normal untuk menghindari kecurigaan. Padahal ia sering tidak mengetahui apa yang harus ia perbuat ketika bersosialisasi dengan orang lain. Demi “kedok normal” tersebut, ia bahkan menjalin hubungan dengan seorang wanita meski ia tidak bisa mendefiniskan apa itu cinta. Ia juga harus menghadapi saudara angkatnya yang bekerja sebagai petugas di divisi yang sama dengannya, bertingkah sebagai seorang kakak yang sempurna meski semua hal baik yang ia lakukan hanya demi mencegah orang lain untuk tidak curiga kepadanya.

Seiring season yang episode, jalan cerita yang dimunculkan juga cukup seru & membuat saya penasaran menunggu kelanjutannya. Watak tokoh-tokohnya berkembang dengan baik & membuat hidup Dexter sebagai pembunuh semakin sulit serta kompleks. Di beberapa season juga ada plot twist serta kejutan-kejutan yang menambah ketegangan.

Di balik itu semua, Dexter membuat saya bertanya-tanya; seorang pembunuh berantai rela melakukan hal-hal yang tidak ia sukai tapi dianggap normal oleh orang lain, agar ia bisa terus melakukan hal yang menjadi kegemarannya. Bukankah kita semua begitu?

326 replies on “Dexter”

Leave a comment